Hingga tahun ke sembilan Hijriyah, sepulang Rasulullah saw dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawal Abdullah bin Ubay menderita sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay sakit, Rasulullah saw menyempatkan diri untuk menziarahinya. Usamah bin Zaid bercerita: “Saya bersama Rasulullah saw mengunjungi Abdullah bin Ubay yang sedang sakit untuk menziarahinya. Rasulullah saw mengingatkan Abdullah bin Ubay “Bukankah saya sudah melarang kamu dari dahulu agar tidak mencintai orang-orang Yahudi?” Abdullah bin Ubay menjawab sekenanya, “Dulu Sa’d bin Zurarah membenci orang-orang Yahudi, kemudian Sa’d bin Zurarah mati.”
Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah saw berkenan datang menshalatkannya. Maka Rasulullah saw datang untuk menshalatkan jenazah itu. Ketika Rasulullah saw berdiri hendak menshalatkannya, Umar bin Khattab menarik baju Rasulullah saw dari belakang dan berkata: “Wahai Rasulullah, Engkau akan menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?
Rasulullah saw menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua pilihan kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah:80) Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.
Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang munafiq”. Setelah Rasulullah saw menshalatkannya, barulah turun ayat: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)
Rasulullah saw menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya secara zahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang Muslim. Dan Islam mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah kewenangan Allah SWT.

Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya itu menjadi salah satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan oleh seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat maksiat atau melarangnya beramal shalih.
Orang baik akan senantiasa membuat kebaikan meskipun kepada orang yang tidak baik. Sedangkan orang yang tidak baik akan terus membuat keburukan meskipun kepada orang yang membuat kebaikan. Wallahu a’lam.